Friday, May 11, 2012

Jam Gadang



Jam Gadang adalah nama untuk menara jam mirip Big Ben yang terletak di pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamakan Jam Gadang, dimana bila diterjemahkan dari bahasa Minang ke dalam bahasa Indonesia bermaksud "jam besar".
Selain sebagai pusat penanda kota Bukittinggi, Jam Gadang juga telah dijadikan sebagai objek wisata dengan dibangunkan taman di sekitar menara jam ini. Taman tersebut menjadi ruang riadah, santai dan berniaga bagi masyarakat baik di hari kerja maupun di hari cuti. Sehingga acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sekitar taman dekat menara jam ini, salah satunya adalah sebagai titik permulaan etape 4 Tour de Singkarak 2011.


Stuktur
Jam Gadang memiliki tapak seluas 13 x 4 meter. Bagian dalam menara jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa tingkat, dimana tingkat paling atas merupakan tempat penyimpanan bandul. Bandul tersebut telah patah dan telah diganti akibat gempa pada tahun 2007.
Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang, dimana mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Jam tersebut datangnya dari RotterdamBelanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan bergerak secara automatik yang hanya dibuat 2 unit di dunia, iaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London,Inggris.
Jam Gadang dibina tanpa menggunakan besi peyangga dan acuan semen. Campurannya hanya kapurputih telur, dan pasir putih. Keunikan dari Jam Gadang sendiri adalah pada kesalahan tulisan nombor Romawi empat (IV) di tulis "IIII". Kesalahan penulisan tersebut juga sering terjadi di tempat lain, seperti nombor 9 yang ditulis "VIIII" (sepatutnya IX) ataupun nombor 28 yang ditulis "XXIIX" (sepatutnya XXVIII).

Sejarah
Jam Gadang dibina pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang sbgai kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazin Sutan Gigi Ameh, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.
Kos pembinaan Jam Gadang sekitar 3.000 Golden, kos ini merupakan kos paling tinggi pada waktu itu. Sehingga sejak dibangun dan sejak dirasmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Hal itu menyebabkan Jam Gadang kemudiannya dijadikan sebagai penanda atau markah tanah dan juga menjadi pusat utama kepada kota Bukittinggi.
Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Kemudian pada masa pendudukan Jepun pula diubah menjadi bentuk klenteng. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.
Perubahan terakhir yang dilakukan pada Jam Gadang adalah pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan kerjasama pemerintah kota Bukittinggi dan kedutaan besar Belanda di Jakarta. Perubahan tersebut dirasmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke-262 pada 22 Desember 2010.







Pemandu kereta kuda sedia menunggu pelanggan


Jam Gadang di waktu malam


menari bersama upin


complex di Jam Gadang


plaza berhampiran Jam Gadang


Pasar di Jam Gadang










di sini ternyata harga barang lebih murah berbanding tempat lain

No comments:

Post a Comment